Hadiah di Hari Ibu

Posted in By anyeh saya 0 comments

Aku hidup sangat berkecukupan dengan disediakan fasilitas – fasilitas yang mungkin teman – temanku tidak memiliki itu semua. Anak tunggal menjadi predikat aku dalam keluarga. Oleh karena itu, aku sangatlah manja. Apapun yang aku mau selalu diberikan oleh Ibu. Namun dibalik kebahagian itu semua, akan ada kesedihan yang mengikuti. Salah satu orang yang tidak suka dengan kesenjangan sosial adalah aku. Kenapa di dunia ini ada istilah miskin dan kaya, padahal di mata Tuhan kita semua sama.

“puuut,, Ibu berangkaat yaa..” suara Ibuku.

“uangnya, Ibu taruh di meja rias Ibu yaa..” lanjut Ibu

Setiap pagi Ibu berteriak seperti itu. Ibu selalu bangun pagi – pagi untuk bersiap kerja. Aku hanya mendengar suara Ibu dari tempat tidur dalam keadaan aku masih terkantuk. Ibuku bekerja di salah satu perusahan ternama di Jakarta. Ayah? Ibu dan Ayah sudah pisah sejak aku masih duduk di Sekolah Dasar. Perceraian itu tidak dapat dihindarkan. Ayah dan Ibu selalu bertengkar karena Ayah selingkuh dengan wanita lain, dan mungkin karena kesibukannya masing – masing. Sekarang entah kemana keberadaan Ayah.

“Bi, Putri udah tidur ?”
“tadi pulang jam berapa ?”
Ibu bertanya kepada Bibi. Bibi adalah yang mengurus rumahku sejak aku masih kecil. Pertanyaan itu setiap hari Ibu tanyakan kepada Bibi. Aku tahu dari Bibi, yang selalu bercerita denganku.

Setiap hari hal itu berulang. Ibuku sangat sibuk dengan pekerjaannya. Aku bangun dari tidur, Ibu sudah berangkat ke kantor, dan saat Ibu pulang aku sudah tidur. Begitu setiap hari. Hari liburpun, ibuku selalu sibuk dengan tugas ke luar kota. Dalam sebulan mungkin hanya empat kali aku bertemu Ibu. Aku sering sekali menangis sendiri di kamar, ditemani Bibi yang selalu baik denganku.
Bibi mempunyai dua anak, keduanya laki – laki dan masih bersekolah. Tidak tinggal di sini, namun di kampung Bibi. Anak pertama Bibi mengalami kebutaan sejak kecil. Jadi, anak Bibi hanya di rumah saja dan membantu neneknya apa saja yang dia mampu. Walaupun tidak dapat melihat, anak Bibi memiliki keahlian dalam memainkan alat musik, seperti gitar dan suling.

Saat ini aku duduk di bangku SMA, sekolahkupun sekolah ternama yang ada di jakarta. Saat ini sudah kelas 3 dan akan menghadapi Ujian Nasional. Aku bercita – cita setelah lulus SMA, akan mengambil kuliah jurusan kedokteran.


**
“duuh,,aaaw” kepalaku pusing saat sedang belajar di dalam kelas..

“kamu kenapa put ?” Indah bertanya kepadaku.
Indah adalah sahabat aku sejak kelas satu, dan sekarang duduk sebangku denganku. Dia sangat baik padaku.

“gak apa apa ndah?”

“yakin ?”

“iya ndah gapapa”

Sejak SMP, aku difonis mengidap penyakit kanker otak oleh dokter, waktu itu masih kecil, belum menyebar ke seluruh otakku. Saat itu aku sangat kaget dan mulai putus asa akan menjalani hidup. Kenapa semua ini terjadi padaku. Sejak saat itu aku berjanji akan selalu membuat bahagia orang – orang yang ada disekitar aku sampai akhir hidup aku. Sampai saat ini setiap bulan aku harus check up ke dokter untuk pemriksaan dan pencegahan dengan biaya yang tidak murah.

Waktu jam istirahat tiba.

“ndah, makan di kantin yuk, aku aja yang bayar, aku traktir kamu” aku mengajak Indah.
“yuk, tapi gak apa-apa kamu yang bayar”

“ iyaa, yuuk “ sambil tersenyum dan mencoba membujuk Indah
“yaudah yuk..” Indah mengiyakan ajakanku

Saat sedang menikmati makanan dan bergurau dengan Indah. Tiba – tiba..
“aduuh,,,aaa,, uuuh” aku merintih kesakittan.

“kenapa lagi kamu put ? “

“kepalaku pusing banget ndah,, aaa,,” sambil memegang kepalaku dan semakin sakit. Tiba – tiba ... aku terjatuh dan pingsan.

***
saat membuka mata, aku terbaring di rumah sakit. Disana hanya ada Indah dan Bibi.
“Ibu mana ?” aku bertanya pada Bibi.
“Bibi juga gak tahu non, susah dihubungin” jawab Bibi.
Bahkan dalam keadaan yang seperti inipun, Ibu tidak ada disamping aku dan tak ada kabar.

Sudah tiga hari aku dirumah sakit hanya ditemani Bibi dan belum ada kabar dari Ibu. Aku cemas, khawatir akan keadaan Ibuku. Tiba – tiba Bibi datang menghampiri aku dan memberikan handphone aku.
“kenapa Bi ?”
“ada telp buat non Putri dari kantor Ibu”
“kantor Ibu !” tiba – tiba jantungku berdetak kencang. Takut akan keadaan Ibu.
“iya ada apa ya pak ?” aku bertanya pada Bapak yang sedang bicara padaku.
“APA !!!” aku teriak dengan rasa tidak percaya, setelah Bapak itu menjelaskan. Ternyata Bapak itu adalah Dokter pribadi Ibu. Dia menjelaskan semuanya padaku, Ibu terbaring di rumah sakit karena terkena serangan jantung di Kalimantan saat Ibu sedang tugas disana. Dokter itu menceritakan, bahwa Ibu sudah mengidap atau merasakannya sudah lama tapi Ibu tidak mau keluarganya tau. Salah satunya aku, Ibu tidak ingin membuat aku lebih menderita lagi. Saat ini jantung Ibu kondisinya menurun. Dokter itu juga mengatakan bahwa usia Ibu tidak akan bertahan sampai ada donor jantung untuknya.

Lalu aku paksa Bibi agar dokter memperbolehkan aku pulang dari Rumah sakit. Sampai di rumah, aku hanya bisa tertidur setiap hari. Kepalaku amat sakit. Tiba – tiba muncul dalam benakku. Sebentar lagi Hari IBu, aku akan megumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk biaya perawatan dan penyembuhan Ibu.. Bagaimanapun caranya. Aku akan memberikan sesuatu yang sangat berharga untuk Ibu. Aku berjanji untuk Ibuku yang sudah menjaga aku.

***
Ibu sudah pulang, namun masih dalam keadaan yang tidak sehat. Ibu juga tidak diperbolehkan untuk bekerja.

“Bu, Putri berangkat sekolah dulu yaa, nanti Putri pulang agak malam, mau belajar kelompok, Ibu istirahat aja yang banyak” aku bersalaman dengan Ibu yang sedang terbaring di tempat tidur. Sedih melihat keadaan Ibu sekarang. Baru pertama kali bertemu Ibu pagi – pagi dengan keadaan yang seperti ini.

“iya Put, hati – hati kamu yaa, jaga kesehatan kamu”

“iya Bu..” melangkah meninggalkan kamar Ibu.

Hari ini aku akan menjalankan janji aku. Sepulang sekolah aku akan berusaha untuk itu.
Maaf Bu, Putri bohong sama Ibu.

“mau kemana kamu Put ?” Indah bertanya padaku, karena aku pulang tergesa – gesa.
“hmm.. mau rawat Ibu di rumah ndah”
“aku ikut ya ?“
“jangan,, jangan,, gak usah ndah, besok – besok aja kamu main kerumah ku”
Indah melihat aku dengan tatapan berbeda, mungkin dia berpikir aku bertingkah aneh hari ini. Tidak lama kemudian aku bergegas meniggalkan Indah.

Aku memiliki kemampuan bernyanyi, didapatkan dari grup vokal Gereja. Dengan kemampuan itu, aku mencari tempat bernyanyi dan sudah aku dapatkan. Siang hari aku bernyanyi di tempat – tempat rumah makan, di dalam Bus, tempat rekreasi, dengan berdandanan seperti layaknya pengamen – pengamen di pinggir jalan dan pada malam harinya aku selalu bernyanyi di cafe – cafe.


“kata mereka diriku selalu dimanja,
Kata mereka diriku selalu ditimang
Ooo.....bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatikuu.... “

Itu adalah penggalan syair lagu yang selalu aku nyanyikan dalam mencari uang untuk aku berikan khusus untuk Ibu.

Suatu hari pada saat aku sedang bernyanyi, tiba-tiba aku melihat sosok yang sangat aku kenal. Ya, itu Indah sahabatku. Ia melihat ku saat aku sedang bernyanyi di sebuah tempat rekreasi. Ia sangat terkejut saat melihatku sedang mengamen. Aku memang tak pernah menceritakan hal ini kepadanya.

Indah lalu menghampiriku. “put... kamu ngapain disini, kalau kamu perlu bantuan, kamu bisa cerita sama aku. Kenapa kamu ga cerita sama aku, aku ini sahabat kamu Put” mata Indah berkaca-kaca. “apa kamu udah ngga anggap aku ini sahabat kamu”. Indah mulai menangis. “maafin aku Ndah...” hanya kata itu yang mampu aku ucapkan. Indah lalu berlalu meninggalkanku.

***
“pagi Ndah...” sapaku suatu pagi di sekolah. “kamu masih marah ya sama aku”. “aku ngga marah sama kamu kok put, Cuma aku kecewa aja sama kamu. Kita kan udah lama sahabatan, tapi kenapa kamu kok kayaknya udah ga percaya lagi sama aku”. “bukannya aku ga percaya sama kamu, tapi aku cuma ga mau ngerepotin kamu”. Jawabku. “ya udah, tapi lain kali kalo kamu punya masalah cerita ya sama aku. Kita kan sahabat”.
Aku senang Indah sangat mengerti aku, dan dia telah memaafkan aku. Dia memang sahabat aku yang sangat baik. Aku tidak pernah menyesal mempunyai sahabat seperti Indah.

Pada suatu hari, saat aku sedang bernyanyi, kepalaku sakit lagi. Sakiit banget. Rasanya aku tidak kuat untuk berdiri.
Yaa ,, Tuhan tolong kuatkan dirriku
Doa yang selalu aku panjatkan untuk menguatkan diri aku, agar bertahan.
Hampir satu bulan aku mencari uang untuk hadiah Ibu. Namun uang yang aku kumpulkan belum cukup untuk hadiah Ibu. Aku tak tahu harus berbuat apa. Ibu semakin turun keadaannya.

***
Lalu aku mencari Indah. Di rumahnya tidak ada. Keluarganya pun tidak ada di rumah. Saat itu aku tak membawa handphone, karena aku baru pulang dari bernyanyi di jalanan, jadi aku tak bisa menghubunginya.
Salah satu tetangganya menyapa aku. “cari siapa, dek?”
“cari Indah Bu”
“oh, Indah sudah lima hari dirawat di rumah sakit” aku meneguk ludahku sekali. Apa lagi yang sedang terjadi.
“kalau boleh tahu sakit apa ya, Bu?
“katanya sih, ginjanya udah rusak, dek”
Semakin aku tidak percaya dengan apa yang aku alami. Kenapa Indah tidak pernah cerita padaku, dan kenapa aku tidak pernah tahu kalau Indah sedang sakit. Bodohnya aku, Indah selalu memikirkan aku, selalu perhatian, selalu menemani aku, tapi aku tidak pernah tahu apa yang dialami Indah selama ini.

“terima kasih kalau begitu, Bu” aku langsung bergegas melihat keadaan Indah.

Indah sedang terbaring merasakan sakitnya, begitu juga Ibu.. Aku semakin yakin akan memberikan mereka hadiah. Sudah bulat tekadku untuk membahagiakan orang – orang yang aku cintai. Inilah saatnya.

***
Satu hari lagi Hari Ibu, tepatnya esok. Aku mendatangi dokter pribadi Ibu. Menjelaskan apa yang aku mau berikan untuk Ibu. Saat ini Ibu sedang terbaring di ruang ICU, kondisinya semakin kritis

“apa kamu yakin akan memberikan semua itu untuk Ibu dan orang sekitar kamu saat ini ?” dokter meyakinkan aku.

“aku yakin dan aku tahu bahwa usiaku juga tidak akan lama lagi, Dok.” aku meyakinkan. “jadi untuk apa ?”

“baiklah kalau itu mau kamu dan ini semua demi kebahagaian orang – orang yang kamu cintai, benar ?”

“ iya, Dok”

“satu lagi, Dok. Tolong berikan surat ini untuk orang – orang yang aku cintai”

“baik” nada rendah dari Dokter

“terima kasih, Dok” berharap ini semua berjalan dengan lancar. Berkati aku Tuhan











***
Tepat saat Hari Ibu.

Maafin Putri, Putri melakukan hal ini. Ini semua, Putri lakukan untuk membalas apapun yang sudah Ibu, Bibi, dan indah kasih ke Putri. Semuuanya.
Indah, terima kasih atas semuanya, aku sangat beruntung bisa bertemu teman seperti kamu. Kamu selalu ada disamping Putri, sampai saat – saat terakhir hidup Putri. Semoga dengan pemberian dari aku, membuat kamu bahagia, sehat selalu dan kita selalu satu walaupun aku nanti sudah tak bisa bermain dengan kamu lagi.

Bibi, terima kasih ya Bi, Bibi udah mau merawat Putri dari kecil. Hadiah ini untuk anak Bibi, semoga anak Bibi bisa mengembangkan bakatnya dengan sempurna dan bisa membuahkan karya yang indah. Hanya ini yang bisa Putri kasih atas semua apa yang Bibi telah lakukan terhadap Putri. Salam sayang untuk keluarga Bibi. Terima kasih Bibi.

Dan untuk Ibu , selamat Hari Ibu yaa, Putri minta maaf, karena Putri belum bisa membuat Ibu bahagia. Putri selalu buat susah Ibu. Putri cinta sama Ibu. Kemarin Putri tak mengerti apa arti Ibu sebenarnya. Sekarang Putri tahu, namun terlambat menyadari saat seperti ini. Semoga Ibu bisa menemukan keluarga yang baru dan utuh selamanya. Dan semoga di hari ini, hadiah yang udah Putri berikan, bisa membuat Ibu bahagia selamanya. Amiin. Putri sayang Ibu. Terima kasih atas semua yang Ibu berikan ke Putri.

Terakhir, putri ingin ucapkan, terima kasih dan Putri akan selalu sayang kalian walau dari jauh.
Terutama untuk Ibu. Putri sayang banget sama Ibu. Putri akan selalu dekat dengan Ibu.
Selamat tinggal cita – cita
Selamat tinggal semua

Salam sayang,

Putri